Senin, 07 April 2014

Hari Pertama : Kabar dari Rumah

Di tepi Sungai Siak.
Sambil menikmati ikan patin bakar di Lapau Ajo, di kawasan Turap, kami berbincang dengan bu Hera Yulwita, Kepala Kantor Perpustakaan dan Arsip  Kabupaten Siak.

Aku mengenal beliau dari Widya, salah satu teman di twitter yang merupakan adik kandung bu Hera. Seharusnya Widya jadi moderator untuk acara Motivasi bersama mas Gong esok pagi. Tapi sayang, Widya ada tugas kuliah yang tidak dapat ditinggalkan di Pekanbaru.

Ternyata keduanya sama-sama semangat berdiskusi masalah literasi. Aku segera saja larut dalam perbincangan menarik dengan bu Hera. Sebagai putri kelahiran Siak, bu Hera ingin memajukan daerahnya melalui kegiatan di perpustakaan. Berbagai acara diadakan dengan merangkul banyak pihak agar masyarakat Siak dapat menikmati keberadaan KPA.

Kedatangan kami pun terkait acara Jambore Perpustakaan Desa se-kabupaten Siak. Selain itu, KPA setempat mengundang Kak Bimo, pendongeng asal Yogya yang sudah malang-melintang menyebarkan dakwah dalam dongeng. Senang sekali rasanya kami akan bertemu Kak Bimo keesokan hari.

Sore itu kami diajak mampir ke KPA Siak. Kami pun menyusuri jalanan beraspal mulus, tetapi lengang. Angkutan umum jarang ditemui, karena mayoritas masyarakat memiliki kendaraan pribadi.
Memasuki area KPA, tenda-tenda sudah didirikan di halaman belakang yang luas. Aku suka menemukan tulisan "Rumah Baca" di dinding luar kantor. Serasa di rumah sendiri.

Memasuki ruangan dalam, kami berdecak kagum. Surga, bisikku. Arah kanan dari pintu masuk langsung memandang area anak-anak. Agak menyesal rasanya tak mengajak Odie dan Kaka ke sini. Pasti mereka akan betah di ruang lapang penuh buku dan komputer khusus untuk anak-anak!
Ada beberapa anak sedang memainkan game edukatif, sementara temannya menunggu giliran.
"Kalau sedang ramai, tiap anak dijatah limabelas menit untuk main komputer," kata bu Hera. "Itu pun ada yang nangis tidak kebagian jatah, karena terlalu banyak antrean. Komputer anak milik kami baru dua buah."
Komputer untuk anak-anak.

Aku bisa membayangkannya. Sangat nikmat mendengar cerita bu Hera, seperti nikmatnya berada di perpustakaan yang tidak melarang siapa pun untuk berkegiatan. Jangan bayangkan KPAD Siak berada dalam dinding tertutup. Jendela kaca di sekeliling dinding memberi cahaya cukup banyak, sehingga menghemat listrik. Di sana-sini terdapat tanaman dan bunga plastik, memercantik ruangan. Sofa beragam bentuk mengundang beberapa anak dan remaja untuk membaca santai atau mengerjakan tugas kelompok. Di lorong di antara rak buku, para penikmat wifi gratis sibuk berselancar internet.
Kantor Perpustakaan dan Arsip Kab Siak

Kupikir Rumah Baca itu telah menjadi rumah kedua mereka. Aku tahu tidak mudah mewujudkan suasana seperti itu di perpustakaan. Butuh otak dan jiwa yang membebaskan dirinya untuk melakukan inovasi dan kreasi terus-menerus. Kerja yang menuntut dukungan terus-menerus.

Melelahkan tapi membahagiakan bagi mereka yang jiwanya berada di tempat tepat. Butuh seseorang sebagai motor agar kegiatan terus bergerak. Bu Hera adalah orang yang tepat, sebagai pustakawati kecintaan terhadap buku sudah tak diragukan. Tapi yang aku salut adalah ide-idenya untuk mengadakan kegiatan dan semangat yang ditularkan ke seluruh stafnya.
GG sumbang buku.

Sungguh perlu energi dan cinta yang amat besar. Aku merasa malu dengan semangat bu Hera dan bertekad menirunya. Selesai bertemu seluruh pegawai KPA dan membicarakan acara esok hari, kami pamit ke hotel.

Kembali diantar mas Heru dan mas Teddy, yang ternyata adik bungsu bu Hera. Hotel yang kami tuju adalah Grand Royal Hotel, mungkin peringkat terbaik di Siak. Letaknya tak jauh dari KPA.
Malamnya, kami mendapat kabar dari rumah, si bungsu Kaka mengeluh sakit telinga. Seharian sudah beberapa kali anak-anak yang tidur di rumah ibu mertua menelepon, sekadar kangen. Kaka sempat melapor telinganya mendengung, badannya panas. Aku minta ia minum obat penurun panas, setelah perutnya diisi.

Ternyata malamnya seputar telinga membengkak. Ibu mertua dan adik iparku berjaga bergantian. Untunglah Kaka tidak demam tinggi. Ajakan tantenya dan bujukan kami via telepon untuk ke dokter ditolak si bungsu. Ia keukeuh memilih menunggu kami pulang. Dalam keadaan darurat itu, kuputuskan memajukan tanggal pulang. Suamiku setuju. Kami mengontak Vina Marvin dari hargahotel.com agar mengurus perubahan tiket. Tak apalah ada charge, yang penting pulang lebih awal.

Sebenarnya hari Jumat dan Sabtu akan kami gunakan keliling Pekanbaru dan bertemu Forum Lingkar Pena setempat. Juga berkunjung ke Indragiri Hulu. Tapi rencana itu dibatalkan demi anak.
Saat berhasil mendapatkan tiket baru, kami kabarkan ke rumah. Betapa senangnya anak-anak, juga ibu mertua. Si bungsu pun lebih tenang dan dapat tidur nyenyak. Alhamdulillah.

Selalu ada kejutan di tiap perjalanan. Tapi aku tak pernah menginginkan hal buruk terjadi. Karenanya, sedapat mungkin tak egois memikirkan diri sendiri. Doa musafir lebih manjur, sebab ia harus lebih sering waspada ;)



@tiastatanka



2 komentar:

  1. Siak jarang terekspos ya, mba Tias. Dulu aku pertama denger nama Siak dari temen blogger yang pindah di sana. Ternyata banyak potensi yang bisa dikembangkan. Semoga aja banyak donatur baru jadi komputernya bisa ditambah. :)

    BalasHapus
  2. Kenapa komentarku nggak muncul ya Ky :s padahal udah kukomen kemarin :D *gaptek*

    iya, padahal Siak itu indah banget. Alamnya hijau, kecuali bagian yang gundul karena pohon ditebangi :(

    BalasHapus