Setelah
berdiskusi dengan suami perihal deskripsi Generasi Jaguar, gantian saya
presentasi di depan anak-anak. Termasuk memotivasi mereka untuk tampil bersama
kami. Meski hasilnya tidak mengubah sikap anak-anak yang menolak tampil, saya
tidak mempermasalahkan. Mereka harus tahu bahwa orang tuanya kompak, dan
berniat mengajak kepada hal-hal baik dan maju.
“Kalian punya potensi dan bakat.
Sayang jika tidak dikembangkan dan diasah. Toh sepanjang perjalanan nanti
kalian tampil di hadapan orang asing, yang kalian tidak kenal. Setelah tampil
pun mungkin nggak ketemu lagi. Jadi tidak ada alasan untuk malu,” kompor saya
berapi-api.
Tapi anak-anak tetap pada
pendiriannya. Semua memilih membantu di belakang layar. Baiklah, kami tak
memaksa.
Jadilah kami putuskan traveling
selama 30 hari sekaligus pelatihan menulis di beberapa kota sepanjang
Serang-Solo pulang-pergi. Anak-anak setuju dengan syarat berangkat setelah
lebaran. Kami mulai berbagi tugas. Suami menyusun agenda, menghubungi
teman-teman penggiat literasi dan kepenulisan, menawarkan pelatihan yang
dibutuhkan komunitas mereka, menyiapkan buku-buku yang hendak dijual. Saya
kebagian tugas menyiapkan mental anak-anak untuk bepergian bersama dalam waktu
lama. Juga memotivasi mereka untuk melakukan apa saja yang mereka sanggup untuk
kegiatan ini.
Hari-hari bergulir dengan cepat.
Sosialisasi kegiatan ini di sosial media menuai banyak hal positif dan negatif.
Syukurlah kami terbiasa berkonsentrasi pada hal-hal positif saja. Yang negatif
cukup untuk introspeksi. Itu juga yang kami tanamkan ke anak-anak, ketika
teman-temannya bilang kami mengekor Gen Halilintar. Saya menunjukkan perbedaan
mendasar kegiatan kami. Akhirnya, keraguan itu hilang seiring energi positif
yang terus-menerus kami sebar.
Kami mulai berhitung perbekalan
makanan, uang, baju dan buku. Hari-hari dilewati dengan bersiap, merevisi
presentasi, menyiapkan performance, termasuk berlatih. Kendati saya sendiri pun
tak yakin apakah pertunjukan kami akan memuaskan atau malah memalukan. Jika
sampai gagal pun, saya sudah berjanji pada diri sendiri tetap akan memihak
anak-anak dan suami. Hasil pertunjukan bukan yang utama, tapi proses yang kami
lewati inilah yang maha penting.
Saya membuat peta perjalanan
berdasar atlas usang yang kami punya. Kertas HVS saya sambung-sambung agar
memuat titik-titik kota yang kami akan kunjungi di sepanjang Pulau Jawa. Saya
tepekur menyaksikan titik-titik itu berbentuk mirip angka delapan mendatar,
atau simbol tak terhingga. Diam-diam saya istighfar dan mohon perlindungan-Nya,
semoga ini bukan pertanda buruk. Yang saya yakini adalah Ia memberi pertanda
bahwa kuasa-Nya tak terhingga, sebagaimana simbol yang terbentuk. Wallahu a’lam
bishshawab. Seharusnya saya husnudzon kepada-Nya atas semua takdir yang akan terjadi.
Perjalanan ini berdasar niat baik, insyaa Allah akan berujung baik.
Di meja makan kami pun membahas ini
dan saling menguatkan, meyakinkan niat baik kami. Sementara itu titik-titik
kota kegiatan semakin bertambah mendekati hari keberangkatan. Mungkin
teman-teman penggiat literasi baru paham bahwa kegiatan kami serius.
Sederet nama tokoh akan kami temui,
info ini kami teruskan ke anak-anak disertai penjelasan mengenai prestasi dan
dedikasi mereka terhadap kegiatan keaksaraan yang sudah terbukti. Mereka akan
menjadi tokoh teladan bagi anak-anak di bidangnya masing-masing.
Menyiapkan ini semua membuat kami
satu sama lain berusaha bekerja sama dengan
baik, menyelesaikan tugas yang diampu dengan tanggung jawab. Banyak hal
di luar pekerjaan yang menuntut perhatian, seperti berapa banyak baju harus
dibawa, barang apa saja perlu dibawa, di mana akan mencuci baju selama
perjalanan, perhitungan biaya makan, berapa liter pertamax dibutuhkan, perlukah
memasak sendiri karena menurut perhitungan saya akan menghemat biaya. Begitu
juga kewajiban untuk Rumah Dunia harus didelegasikan ke relawan, urusan bisnis
kafe yang sedang menurun, sampai mengatur jadwal belajar anak-anak yang mulai
homeschooling.
Begitu banyak harus dipikirkan.
Syukurlah saya memiliki tim solid yang bersedia meringankan beban setiap saya
butuhkan. Tim ini adalah keluarga. Termasuk si sulung yang ribuan mil jaraknya,
memberi dukungan dan doa bagi kami. Juga ibu dan emak mertua, bagaimana
cemasnya pun tetap mendoakan dan memberi restu bagi langkah ini. Bismillah. (Bersambung)
Hahahaha...jadi inget kalo ngomporin anak murid supaya berani tampil. Jangan malu-malu. Seperjuangan itu.
BalasHapusBetul mba, perjuangan terus-menerus...
HapusSemangat terus mbak tias. .
BalasHapus