![]() |
Ikut ngumpul sama anak-anak muda kece badai |
Hari kedua, pagi-pagi aku sama bu Lidia udah nongkrong di
Kuta. Mungkin karena galaunya udah menipis, aku bisa menikmati Kuta pagi yang
mendung saat itu. Cuma duduk dan jepret sana-sini, ngobrol ngalor-ngidul soal
kegiatan masing-masing. Selebihnya asyik sendiri dengan media social. Unggah sana
unggah sini. Telepon keluarga masing-masing. Khas emak-emak kalau jauh dari anak
J
Aku memandang jauh ke
lautan. Kapal-kapal di kejauhan kelihatan samar. Yang tampak jelas cuma gulungan
ombak dan riak yang diantarnya ke pantai. Siapa yang nggak cinta sama debur
ombak, coba? Dengerin aja ritmenya, nggak ada yang sama sepanjang hayat. Itu zikir buat Sang Pencipta.
*nggak perlu tanya sama ombak, kan? hihihi*
Atau diam, cuma dengar irama ombak. Kadang menyayat, kadang
berdebum keras dan mengalun pelan. Entah kenapa aku jadi pengamat ombak begini.
Juga tiba-tiba jadi sok bijak dan alim. Tapi ada kalanya manusia harus
menyadari kesendiriannya, sehingga bisa memandang segala sesuatu dari berbagai
sisi. Saat ada di tempat ramai, sulit untuk dialog sama diri sendiri. Ada juga
ngobrol dan hahahihi sama orang lain.
*di pantai, lu mau ngomong sama siapa?*
Ombak itu kerja nggak sendirian. Digandengnya sesama,
rame-rame datengin pantai. Ngasih lihat ke pengunjung pantai, hidup harus
rukun. Walau ada lidah ombak yang sampai duluan di pantai, tapi mereka tetap bergandengan.
Jadi kalau ada teman yang kemaruk, diingatkan dulu. Sebab ombak yang datang
sendirian itu cepat musnah. Itulah cermin persatuan dan kesatuan ombak.
*apadeh*
Itu juga, ombak mengingatkanku padamu, patjar. Tentang kesatuan dan persatuan kita. Bahwa traveling sendirian itu nggak senikmat sama keluarga atau cuma berdua denganmu.
*yang ini kode, sik. Heuheu*
Ombak juga rajin. Rajin menyapu pasir pantai biar rata
selalu. Menggeser benda-benda tajam (termasuk sampah) ke pinggir pantai. Jadi kita
jalan-jalan bisa nyaman. Coba kalau nggak ada ombak, pantai bakal lebih kotor. Jadi
sayangilah ombak, dengan menjaga kebersihan pantai.
Ombak juga penghibur para surfer, otomatis menghibur kita
juga. Selain bisa ketawa sendiri lihat surfer jatuh, kita bisa menghibur diri
dengan berandai-andai yang berdiri di papan surfing itu kita J Ya, kan?
![]() |
Papan informasi KBSTC |
Jadi, setelah satu setengah jam di pantai cuma buat ngepoin
ombak pantai Kuta, saya dan bu Lidia ke
hotel Grand Inna. Tapi kami berhenti sebentar di kerumunan anak-anak muda. Udah
nggak ingat umur nih, gabung saja sama mereka. Melongok-longok ada apakah di
tengah kerumunan itu. Ternyata ada acara Kuta Beach Sea Turtle Conservation
(KBSTC) yang diadakan oleh brand surfer-girl. Acara pagi itu adalah pelepasan
tukik (anak penyu) kembali ke laut. Didirikan sejak 2010, sampai November 2014
KBSTC telah menyelamatkan 90.000 telur penyu.
Aara pelepasan tukik itu dilaksanakan pukul 08.45 Wita. Tapi sayang,
pukul 08.00 Wita aku harus memulai acara dengan lembaga yang mengundangku. Jadi
nggak bisa ikutan anak-anak muda yang penuh semangat itu.
Mulai pukul 08.00 hingga 18.00 Wita kami berkutat di acara.
Sengaja dipadatkan, karena ada agenda yang ternyata selesai sebelum waktunya.
Juga ada diskusi yang efisien dan efektif, tidak berpanjang-panjang, tapi
intinya insyaa Allah tercapai. Nggak mau juga dong aku nanti dibilang cuma jalan-jalan
pakai uang negara. Jadi waktu yang ada
benar-benar digunakan sebaik mungkin. Yang penting tujuan acara didapat,
brainstorming sesama peserta dilakukan dan seru, semua peserta mendapat manfaat
dan pengetahuan untuk diterapkan di lembaga masing-masing. Sumprit, aku nggak
mau datang cuma buat nebeng jalan-jalan!
Dan setelah seluruh tugas selesai, kami berhak santai-santai,
toh? Maka malam itu kami berenam janjian untuk keliling kawasan Kuta. Berhubung
6 orang emak-emak ini sudah kecapekan meeting, sepakatlah kami untuk sewa taksi
saja.
Perjalanan putar-putar Kuta yang macet terasa menyenangkan dengan
obrolan bersama supir taksi. Pak Wira, ia menyebutkan nama. Untuk selanjutnya
sebut saja Wira, ya. Ia ternyata salah satu korban Bom Bali I.
Saat itu Wira bekerja di salah satu resto di Kuta. Tengah
bekerja melayani pelanggan, tiba-tiba jatuh dan tak sadarkan diri. Tahu-tahu
udah di rumah sakit aja. Ternyata satu
buku jari telunjuk, tengah dan jari manis tangan kirinya putus begitu saja.
Perawatan yang diterimanya di rumah sakit lokal dirasa amat
bagus. Jarinya yang putus dioperasi dan sekilas tampak normal. Dokter yang
mengoperasinya berasal dari Jepang. Sementara obat-obat yang dikonsumsinya
buatan luar negeri semua. Selama seminggu di rumah sakit ia diperbolehkan
pulang dengan kondisi membaik.
Kecuali pendengarannya yang sempat terganggu selama satu
setengah bulan. Tapi dengan pengobatan intensif kini pendengarannya mulai
berfungsi normal. Kami diajak lewat lokasi pengeboman yang kini sudah dirombak
menjadi resto. Karena keasyikan dengar cerita kami lupa bersimpati. Tapi Wira
bilang nggak apa-apa, ia sudah hidup normal, tidak merasakan trauma lagi.
Malam itu kami patungan buat bayar taksi dan tip buat sopir. Tadinya
emak-emak lain merasa risih urunan, ada yang berlomba bayarin, tapi kataku udah
biasa kalau jalan bareng sama orang lain baiknya patungan. Ya udah, pada nurut
dan merasa baik-baik saja, malah pada ikhlas J hehehe…
Kami pun turun di tempat biasa orang kalau mau cari
oleh-oleh. Yak, betul, Krisna. Letaknya di Sunset Road, Kuta. Di sini semua serba ada. Ada yang murah, ada
yang mahal. Dan fitrah emak-emak adalah mengatur uang agar semua kebutuhan terpenuhi, agar semua orang enjoy. Penginnya sih semua yang
diinget dibeliin oleh-oleh. Masalahnya, yang diingat banyakan orang. jadi jangan heran kalau beli oleh-olehnya jadi banyak. Hihihi.
Tapi harganya cukup variatif, buat dompetku yang sedang-sedang saja ketebalannya, bisa diatur apa yang dibeli untuk segambreng masyarakat di daftar penerima oleh-oleh. Akhirnya aku keluar toko Krisna dengan lega, sudah behasil menjinjing segepok pie kacang dan lulur Bali. Nggak nyambung emang, satu dimakan, satunya lagi dioles ke badan. Tapi yang penting banyak orang happy nerima oleh-oleh :)
(masih bersambung sik…)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar