Rabu, 15 April 2015

Nikmat Pagi Hari

Di tempat baru,  pagi adalah saat yang kami tunggu. Tak sabar rasanya menikmati keindahan dan suasana sekitar,  juga berinteraksi dengan masyarakat.

Seremeh apa pun,  tiap jengkal tanah di bumi ini amat berarti.  Kita bisa belajar memperbaiki diri dan saling menasehati demi kebaikan. Adalah menyedihkan saat kita mulai tak peduli pada orang lain.

Begitu pun kami,  perbincangan tentang hidup dan berkehidupan bisa dimulai dari yang dilihat. Khaosan Road pagi hari yang mulai menggeliat,  ibu-ibu tukang sampah,  atau para monk atau biksu.

Para biksu ini pagi-pagi sudah berkeliling dengan membawa semacam bejana dari aluminium atau tembaga. Di beberapa tempat,  masyarakat sudah menunggu mereka dengan sekantung makanan. Para biksu menerima dan mendoakan mereka. Tak ada percakapan panjang,  bahkan seringkali tanpa suara. Hanya anggukan saling berterima kasih.

Di kuil makanan ini dikumpulkan dan disantap bersama-sama. Hubby bercerita ia sempat menginap di kuil dan diajak makan bersama. Mengetahui ia muslim,  biksu memisahkan makanan yang halal untuknya.

Sungguh pengalaman yang indah dan pelajaran bagus untuk saling menghargai. Benarlah Allah Maha Rahman dan Maha Rahim. Diberi-Nya nikmat merata bagi seluruh penduduk bumi. Ditambah-Nya lagi bagi yang beriman dan mau bertaqwa.

Maka untuk semua yang kami dapat,  nikmat-Nya mana yang dapat didustakan?

#GongTraveling #XploreBangkok #TravelerWife #travel #Thailand #Bangkok

Catatan:
Foto-foto ini diambil di Bangkok.
Yang mau ikutan trip Bangkok,   jadwal terdekat 27-30 Mei 2015.
Atau tentukan sendiri jadwal perjalanan,  nanti kami carikan grup.
CP 081906311007

Selasa, 14 April 2015

Tak Ada Pesta Usai di Khaosan Road

Seruas jalan bernama Khaosan ini jadi favorit kami tiap ke Bangkok. Saat ada waktu jalan berdua,  nggak bosan-bosannya lewat sini. Siang hari,  malam atau usai subuh.

Yang menyenangkan adalah pagi-pagi,  melihat orang-orang beranjak pulang setelah semalaman berpesta. Tak ada pesta usai sebelum pagi di Khaosan.

Bagi sebagian orang inilah jalan tempat yang haram ditemukan. Mungkin benar begitu.  Klub malam,  minuman keras,  dansa-dansi,  musik keras dan baju mini banyak beredar di sini.

Melewatinya membuat kami banyak belajar.  Ada dunia yang kami tak bisa menyesuaikan di dalamnya. Saat menyusuri ruasnya mengingatkan kami hidup akan selalu memiliki dua sisi. Bagaimana menyeimbangkan keduanya,  itu yang harus dipelajari.

Mau ikut traveling ke Bangkok? Ada jadwal 27-30 May 2015.  SMS/WA  081906311007.

#GongTraveling #XploreBangkok #TravelerWife #travel #Thailand #Bangkok

Senin, 13 April 2015

Hebatnya Tangan Manusia

Jika berada di sebuah tempat ,  salah satu yang jadi perhatian saya adalah suvenir. Bukan karena senang berburu oleh-oleh,  buktinya jarang sekali saya pulang dengan bawaan banyak.  Sudah pada hopeless kayaknya ngarepin saya bawa ini-itu.

Padahal saya paling suka mampir ke kios penjual cindera mata. Melihat-melihat pernak-pernik hiasan,  cara membuat,  bahan yang digunakan dan mengagumi kreativitas pembuatnya. Maha Suci Allah yang telah memberi ilham!

Ajaibnya,  tiap tempat memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Seperti contoh gambar ini.  Tas sebelah kanan saya beli di Deira,  Dubai. Meskipun belinya di Dubai,  tas itu diproduksi di India. Saya mendapat jawaban itu dari penjualnya yang juga orang India. Buat saya tidak masalah,  yang penting ada benda yang dibeli sebagai pengingat di sebuah tempat yang saya kunjungi. 

Kebanyakan motif India yang dijajakan di UAE berbentuk bunga-bunga. Ini mungkin terkait faham dalam Islam yang dianut di negara itu,  mengharamkan yang bernyawa untuk digambarkan. Meski hanya bunga-bunga,  tapi ia hadir dalam ribuan bentuk dan corak yang amat kaya. 

Tas sebelah kiri adalah tas yang saya beli di Chattuchak,  Bangkok. Belakangan dapat kabar sudah ada jenis ini di Thamrin City Jakarta dengan harga berlipat kali. Alhamdulillah,  yang Bangkok minded jadi bisa belanja di Jakarta.  Tapi ya,  tetap saja berbeda kenangan yang menyertainya :)

Detail andalan Thailand adalah gajah putih sebagaimana maskot negeri itu. Pokoknya gajah hadir di mana-mana,  jadi andalan di berbagai suvenir.  Warna gajah tak lagi putih melainkan berwarna-warni.

Dua tas ini dibuat massal,  dengan bantuan mesin jahit dan bordir. Tapi tetap saja membutuhkan sentuhan pengerjaan tangan manusia.  Pemasangan manik-manik kecil,  payet dan lonceng mungil masih memerlukan ketelitian manusia.

Karena dikerjakan tangan,  sesekali ada ketidaksimetrisan dan kesalahan pemasangan payet atau manik-manik. Saya baru sadar jika lonceng kecilnya tak ada di  sisi lain :(

Inilah yang saya suka dari handmade. Tangan manusia bukanlah komputer yang hanya menjalankan program dengan tingkat akurasi tinggi. Pengerjaan dengan tangan seringkali mengandung kesalahan-kesalahan kecil. Namun,  di situlah letak manusiawi.

#GongTraveling #XploreBangkok #Thailand  #TravelerWife #travel
#next #trip #Bangkok 27-30 May 2015
#Singapore  5-7 May 2015
CP 081906311007

Jumat, 10 April 2015

Jalan-jalan Tidak Harus Belanja

Seringkali saat kita bepergian ada banyak titipan permintaan oleh-oleh.  Bahkan ada yang menitipkan uang lebih dulu.  Acap kali hal ini jadi pertimbangan seseorang menunda bepergian hanya karena alasan tak memilki cukup uang untuk membeli oleh-oleh.

Buat saya pribadi,  oleh-oleh menjadi urutan ke sekian dari prioritas.  Pertama terkait ketersediaan uang,  kedua estimasi waktu,  ketiga bagasi,  keempat destinasi.  Kadang kala budget oleh-oleh menjadi yang paling akhir dipikirkan alias sisa bekal.

Biaya memang harus jadi hal penting yang harus dipikirkan dalam tiap perjalanan,  ke mana pun tujuannya. Tiket,  hotel,  makan dan transpor selama di lokasi harus tercukupi.  Di antara empat hal ini yang dapat diakali selama di lokasi adalah biaya makan.

Selama makan bukan di restauran mahal,  insyaa Allah uang cukup. Atau jika pergi bersama pasangan atau teman,  cobalah untuk sharing makan. Di beberapa negara menyediakan porsi besar,  cukup untuk makan sepiring berdua. Kecuali kalian gembul ^_^

Dengan memperhitungkan biaya makan inilah saya dan suami bisa menyisihkan dana untuk oleh-oleh. Tentunya tidak perlu diirit-irit ya :) Prinsipnya makan senang dan halal.

Soal waktu juga sering menjadi kendala berburu oleh-oleh.  Biasanya jadwal sudah tersusun dari pagi sampai malam. Jika sepanjang rute itu ada benda menarik,  saya akan tanya harga.  Target membeli,  seperti yang saya tulis,  melihat sisa uang. Paling tidak saya tahu harganya.

Biasanya saat bepergian dengan pesawat saya ambil non bagasi.  Otomatis saya harus menjaga agar barang yang saya bawa pulang tidak melebihi berat maksimum. Jika melebihi, risiko membayar harga per kilogram bagasi. Coba kalau uang sudah tinggal sisa,  mau bayar pakai apa coba?

Di tempat tujuan wisata seringkali sudah tersedia toko-toko yang menjual suvenir khas daerah tersebut.  Saran saya,  jangan terpengaruh untuk langsung membeli oleh-oleh yang bukan menjadi ciri khas tujuan wisata tersebut. Ada banyak jenis suvenir yang dijual di hampir semua toko cindera mata karena dibuat massal. Tapi ada yang benar-benar khas daerah tersebut yang sulit ditemui di tempat lain.

Meskipun membatasi diri belanja oleh-oleh,  saya tak pernah menahan diri jalan-jalan di pusat perbelanjaan tradisional atau modern. Itu olahraga bagi mata dan otak saya,  memberi stimulus bagi daya kreatif saya. 

Seperti saat di Chattuchak,  saya lebih banyak mengingat-ingat model dan bahan beragam suvenir.  Inj karena kebanyakan pedagang tidak mengizinkan pengunjung memotret produk tanpa membeli. Saya puas-puasin menikmati hasil kreasi yang entah kapan bisa saya tiru dan bikin sendiri.

Lalu apa yang saya bawa sebagai oleh-oleh?  Sedikit untuk ukuran orang yang  pulang dari pelesir apalagi luar negeri.  Saya cuma beli gelang,  dompet,  tas dan tempat surat.

Udah, itu aja. Sebab yang utama dari perjalanan adalah pelajaran apa yang kita dapat selama menempuhnya.

Jadi,  jangan jadikan ketiadaan budget untuk belanja oleh-oleh sebagai penghambat langkah bepergian ^_^

#GongTraveling #Bangkok #Thailand #TravelerWife #travel #XploreBangkok

Rabu, 08 April 2015

Main-main ke Chattuchak

Alhamdulillah sempat juga main ke sini. Soalnya cuma buka weekend. Senang bisa kesampaian berkunjung.  Segitu pentingnya tempat ini?

Kalau kalian pemburu produk massal khas Bangkok yang murah-meriah,  di sini tempatnya. Tapi kalau cari yang handmade dan edisi terbatas,  beberapa toko di Khaosan Road menyediakannya. 

Dari harga jelas beda jauh dong,  karena kualitas dan nilai juga beda.  Di Khaosan saya naksir rok celana handmade,  tapi mundur teratur saat harga tidak bisa kurang dari 800 THB.  Kalikan dengan Rp 525,- kurs hari itu.  Uang Baht bekal saya terbatas,  dan harus sedia dana untuk sisa-sisa hari :-D

Selama di Bangkok,  jajanan yang saya beli kebanyakan berupa buah-buahan,  baik segar atau bentuk shake/juice. Harganya berkisar 20-40 Baht. Contohnya di Chattuchak ini,  belum juga masuk pasar,  saya sudah mampir di warung kakak tomboy yang di foto itu :)

Untunglah dia dapat berbahasa Inggris,  dengan ramah dan sabar melayani saya yang ragu memilih sayuran atau buah untuk dibuat shake. Akhirnya saya putuskan shake dari daun mint dan batang seledri besar. Hubby udah mengernyitkan dahi membayangkan rasanya.

Si penjual meyakinkan saya rasanya tidak akan pahit,  karena dicampur air jeruk nipis dan gula. Saya pun setuju.  Tapi di tengah pembuatan saya minta ditambah nanas. Untunglah boleh. Tapi nanasnya masih mengandung banyak mata :(

Setelah dicicipi,  ternyata enak juga!  Hubby ikut minum dan setuju tak ada rasa pahit sedikitpun. Setengah gelas habis,  muncul rasa gatal di tenggorokan,  mungkin karena mata nanas tidak dibuang.  Tapi sayang kalau dibuang,  jadi kuhabiskan saja shake itu.

Kalau punya waktu panjang,  mampirlah ke Chattuchak weekend market. Kalau toh nggak  belanja,  kita bisa lihat ragam suvenir yang mungkin bisa kita bikin sendiri di rumah.  Buat saya main ke Chattuchak jadi nambah ide kreatif untuk bikin prakarya ^_^

Tao Rai Kha?

Salah satu yang menarik dari tempat asing adalah bahasa lokal.  Apalagi yang hurufnya non alfabet. Bentuk yang sederhana hingga yang ruwet. Semampu saya bahasa lokal harus dimengerti,  minimal yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari.

Sebelum berangkat trip #XploreBangkok bersama #GongTraveling saya browsing bahasa Thailand. Sekilas mirip Huruf Palawa dalam Bahasa Jawa yang memuat hanacaraka datasawala padajayanya magabathanga. Tapi ternyata berlainan sekali! 

Ada banyak konsonan,  vokal dan tanda irama yang menentukan arti kata dalam Bahasa Thailand. Buat saya sangat menarik untuk dipahami meski hanya beberapa frasa.  Dengan cara itu saya bisa SKSD (sok kenal sok dekat) dengan penduduk lokal.

Mayoritas penunjuk jalan memang ditulis dalam Bahasa Thai,  tapi dengan merujuk ke tourist map insyaa Allah tak akan bingung. Peta khusus turis ditulis dalam Bahasa Inggris,  sedikit sekali mengandung Bahasa Thai. Hanya,  masalah biasanya terletak pada penduduk yang kebanyakan tidak mengerti bahasa asing.

Hari pertama di Bangkok saya mengandalkan kamus Bahasa Thai yang beberapa kalimatnya  saya simpan. Termasuk cara pengucapan.  Tinggal klik audio mode,  lalu dengar dan tirukan.  Berhubung belum ada koneksi internet,  jadi hanya kalimat yang sempat tersimpan yang dapat saya gunakan. Untuk kata-kata lain memang perlu koneksi internet.

Menyenangkan melakukannya,  bercakap dalam bahasa lokal. Salah satunya saat saya membujuk hubby untuk mengucapkan:
ผมมาจากประเทศอินโดนีเซีย.

Cara membacanya: phm ma cak prathes xindoniseiy.  Semacam itulah.  Artinya : saya berasal dari Indonesia.

Hubby  menyukai ide saya dan langsung memraktikkan kalimat itu kepada penumpang di seberang kursi. Dua perempuan dan seorang lelaki paruh baya tersenyum mendengarnya. Dari raut wajahnya mereka suka karena bahasa lokal digunakan orang asing.

Sedangkan saya sendiri lebih sering menggunakan 'tao rai kha?' saat ingin tahu harga sebuah barang.  Respon yang saya dapat adalah senyum ramah dan jawaban dalam Bahasa Thailand. Jika saya masih bengong sambil mengingat urutan bilangan Thai,  para pedagang akan memberitahu dalam Bahasa Inggris.  Jika mereka tak mampu,  bahasa isyarat jari adalah langkah jitu.

Jawaban berbeda saya terima saat tertarik sebuah tas etnik ukuran kecil.  'Tao rai kha' yang saya katakan dijawab cowok penjaga toko tas,  "Siratus duha pulu ribu saja."

Hahaha ^_^

Dompet Silinder Sang Kondektur

#GongTraveling #XploreBangkok

Saat hendak kembali ke hotel,  kami memutuskan naik bus ini. Karena peserta sudah kelelahan setelah jalan-jalan mengunjungi Grand Palace dan menyusuri Chao Phraya.

Agak surprais juga melihat kondektur ibu-ibu seperti beliau ini. Begitu sigap dan tegas. Piranti khas yang dibawa adalah tabung silinder yang dibelah dua,  satu sisi dipasang engsel.

Jadi ketika dibuka,  ada sekat-sekat dalam tabung yang menjadi wadah beragam satuan koin Thailand Baht (THB). Yang berupa lembaran nilai  20 THB ke atas disimpan di saku. Satu sekat dipasang poros kecil untuk gulungan tiket.

Ketika ada penumpang baru,  tak perlulah ia berkata-kata,  cukup gerakkan tabung yang berisi koin.  Crek,  crek,  crek!

Dari Grand Palace ke halte Sanam Luang ongkosnya 6,5 THB. Jadi seringkali memerlukan receh sebagai kembalian. Dan tiap penumpang mendapat tiket ukuran 2x2 CM. Untuk legalitas,  ujung tiket itu dirobek dengan menggunakan sisi tabung sebagai pemotongnya. Potongan kecil kertas jatuh begitu saja. Di lantai bus jadi banyak potongan kecil legalisasi tiket itu.

Crek! Crek! Crek!

Bonus Pertunjukkan Kembang Api

Ini memang nggak bisa dijanjikan di dalam tiap trip  #GongTraveling ^_^
Kembang api ini merupakan bonus saat #XploreBangkok   1-4 April 2015 kemarin bertepatan dengan ultah anak raja. Jadilah kami menikmati suguhan warna-warna dan suara ledakan di langit,  sambil duduk di depan hotel.
Jangan minta saya cari angle tanpa kabel listrik,  lampu taman dan neon box hotel. Itu artinya harus ke tengah jalan depan hotel dengan lalu lintas padat kendaraan ^_^