Kamis, 30 Januari 2014

Lelaki Pejalan : Fajar 18

18

Janjikanlah aku tanpa takut
sebab kau tahu
aku tak ingin memberatkan langkah.





Jika kegamangan dapat dituliskan, mungkin sudah mencapai jilid kesekian ratus. Tapi tidak. Aku tak mau menuliskannya. Hanya akan kudapati ragu yang amat dalam. Lalu, bagaimana berani melangkah jika hanya berbekal ragu? 


Juga takut yang curam. Bisikku. Berharap kau tak mendengar. Meski mata itu menyelidik mencari-cari. Maaf jika kusembunyikan semua. Bukan untuk dusta. Tapi kau tak akan mau mendengarnya, sebab isak tangisku saja sudah seperti gema buatmu. Memekakkan hati.


Maka aku memilih menyimpan dalam-dalam di pasir pantai. Hanya saat ombak menepi kau akan mengetahui. Jika saatnya tiba, kuharap laut tak murung. 


Mari sini kugenggam, dan benamkan janjimu di telapak tangan. Akan redam dalam garisnya, silang-menyilang rumit penuh arti. 


Kukira, ketakutan dan keraguan, tak perlu mencari maknanya dari peramal gipsy...


Rabu, 08 Januari 2014

LELAKI PEJALAN: FAJAR (2)



BERPISAH

13
Mengejar fajar menggelegar debar

            Jika mampu, aku memilih memulai perjalanan saat fajar. Agar lama memiliki waktu merekam jejak matahari. Juga tak perlu berlama-lama menunggu waktu melangkah tiba.
            Berpamitan menjadi saat berat. Sepertinya kakiku ditanam dalam tanah. Berurat, berakar.
Seharusnya pelukan mengalunkan irama jantung. Perlahan mencerabut beban. Tapi ia hanya memiliki debar bertalu-talu menghantamku bimbang.
Aku tak pernah menyukai perpisahan. Tapi apa harus kulakukan jika mundur begitu saja? Pasti akan jadi bisul yang tak pecah-pecah. Dan perempuanku pun tak akan suka. Baginya, langkah kebaikan yang sudah ditetapkan niat dan persiapannya, tak boleh dihentikan. Ia menitipkan percaya dalam debar jantungku.
*


14
Butuh percaya untuk memulai langkah

Bukan sia-sia Tuhan menciptakan rasa percaya. Perekat dua pribadi berbeda, penawar endemi curiga.
Saat merasa cocok, sepasang manusia mengatasnamakan sehati-sejiwa. Tapi kadang cemburu mengacak tatanan bunga di taman hati. Siapa di antara dua manusia itu dapat menolak? Tuhan menghadiahi cemburu karena mereka mengaku saling memiliki. Sekaligus memberi jarak untuk sendiri, walau tak sampai benci. Kepercayaan bukan harga mati. Tapi kadang tak bisa ditawar-tawar.
*


15
Makhluk ajaib adalah kamu
peta tak bertepi.

Senin, 06 Januari 2014

LELAKI PEJALAN : FAJAR



PACKING

1
Setiap mekar cinta
kusimpan selembar kelopaknya
pengingat musim berbeda.

            Aku sebenarnya risih jika dia mengirim pesan samar. Mulai dari ujung terang matahari, hingga temaram senja. Kode-kode dikirimnya seperti lesat anak panah. Satu persatu. Parahnya, aku merasa tertancap. Tanpa rasa sakit. Bahkan menikmati.
            Lelaki macam apa aku! Lengan boleh besar dan kuat. Tapi menghadapi panah-panah virtual berkode itu aku melempem. Seperti kerupuk tercelup dalam kuah. Nyess.
            Tapi ia memekarkan semua kelopak semangat. Caranya melipat sweater usangku dan menyembunyikan utas benang yang mencuat.  Lamban atau terlalu hati-hati. Tapi aku menyukainya. Wajahnya tak berpaling sebelum seluruh baju masuk dalam backpack.
            Dan tiap kubuka backpack di tempat tujuan, aku seperti menemui selembar kelopak cintanya. Begitu terus setiap perjalanan.

*

2
Kita masih mencari, sebuah
Nuun
hingga tak terucap
kata semarak. 

            Aku lelaki ramai. Tak suka tempat sepi, kecuali saat kontemplasi. Aku suka bercakap-cakap dengan orang-orang tentang banyak hal. Membuatku belajar ilmu baru.
            Lelaki yang riuh, sebutnya. Ya, biar saja. Aku tidak mau mengubah diriku menjadi orang lain. Sesekali bicara keras. Marah dan mengancam karena benar. Menggebrak meja kalau perlu. Riak dalam hidupku yang keras. Karena harus teguh pada yang kuyakini.
            Di sampingnya, perdebatan jadi sebuah simponi. Kami memilih nada-nada dan membahasnya. Syahdu. Dan aku merasa seimbang. Gelegak magma dalam hati dan otakku menjinak. Banyak nada yang harus dipelajari, sumbangkah iramanya?
            Aku mengenang percakapan syahdu itu di setiap perjalanan sepi. Sepertinya sekelilingku menyanyikan himne kami.

*