Maaf bagi yang menanti kelanjutan episode Bali Sendiri^^ Baiklah, kita tamatkan
saja seri ini di bagian keempat ^^
![]() |
Patung Wisnu |
Dari Bukit Sari agrotourism kami bergerak ke Garuda Wisnu
Kencana (GWK) Cultural Park yang berada di jalan Raya Uluwatu, Ungasan, Kuta
Selatan. Jika dilihat di maketnya, patung Wisnu tengah mengendarai Burung
Garuda ini bakal jadi ikon Bali sekaligus membawa nama Indonesia lebih
melambung. Sayang, proyek prestisius ini tertunda. GWK ini adalah mahakarya I
Nyoman Nuarta, seorang seniman patung terkenal Indonesia. Karya lain beliau
adalah Monuman Jalesveva Jayamahe di Surabaya.
![]() |
Garuda |
Yang bisa kita saksikan di GWK adalah Patung Dewa Wisnu dan
kepala Garuda. Patung Wisnu pun belum terpasang kedua tangannya, masih dalam
proses pengerjaan di area dekat Tirtha Agung. Sedangkan Garuda pun baru
kepalanya saja, masih kurang kaki, sayap dan ekor yang mengembang. Jadi baru sebagian
kecil yang telah jadi.
Meskipun yang kita kunjungi di GWK adalah sebagian kecil dari
rencana pembuatan patung raksasa, itu pun merupakan kesenangan tersendiri
karena kita bisa melihat salah satu karya anak bangsa. Di samping itu kita bisa
menyaksikan pertunjukan tari kecak di amphitheatre pada pukul 18.00-18.45 wita.
Setiap sejam sekali ada pertunjukan tari bali selama 30 menit di tempat yang
sama. Harga tiket masuk Rp 50.000,- per orang. Jangan khawatir kelaparan, karena
di dalam GWK ada resto dengan menu All You Can Eat.
![]() |
Anjungan Expo Sumatera Barat |
Sayangnya kami tak sempat menonton tari kecak karena harus
segera kembali ke Grand Inna Hotel di tepi pantai Kuta. Malam itu acara
penutupan acara yang kuikuti, jadi semua peserta harus hadir. Tapi setelah
penutupan, aku sama bu Lidia, salah satu peserta yang juga roommate-ku,
jalan-jalan lagi mengunjungi Expo Sumatera Barat. Expo ini diadakan oleh Dinas
Pemuda dan Olahraga Sumatera Barat. Kebetulan sewaktu pembukaan acara, kepala
dinasnya satu meja dengan kami. Beliau mengundang kami untuk mengunjungi
pameran yang diselenggarakan tidak jauh dari hotel tempat kami menginap.
Kami keliling stand-stand di area expo, dan menikmati alunan
musik khas Minang yang energik. Sempat juga berfoto ria di stand yang
menyediakan panggung pengantin dengan hiasan meriah. Dari expo Sumatera Barat,
kami menuju Bliss Surfer Hotel, untuk bertemu dengan Martin dan Vina. Pasangan
suami istri ini teman baik kami, yang pernah support trip kami di Bali.
Duo orang keren ini pemilik Melali Trip Organizer, yang
menyediakan tiket dan tour Bali dan sekitarnya. Kalau susah dapat tiket, biasanya
kami booking ke mereka via situs www.hargahotel.com.
Konfirmasi kesediaan tiket segera didapat via SMS atau chat, dan aku tinggal
pilih di jam berapa dengan biaya yang sesuai dengan kantongku.
Dan ada yang lucu di pertemuan itu. Marvin yang orang Batak
segera nyambung sama bu Lidia yang dari Samosir. Hadeeh… rada roaming dengar
percakapan mereka. Hahaha… Tapi suka dengar logat e taling antar keduanya.
Ternyata marga Marvin dan bu Lidia terhubung di nenek moyang tingkat ke sekian
di atas mereka. Sudahlah, mereka jadi senang bisa kenal. Wah, kebetulan yang
menyenangkan!
Kesempatan ketemu pemilik perusahaan tur ini kugunakan untuk
minta saran itinerary besok pagi. Mengingat bu Lidia harus mengejar pesawat
pukul 13.00 dan pesawatku pukul 17.00 wita, Marvin menyarankan rute: Tanah Lot –
bandara – Pantai Pandawa – bandara. Kebetulan ada satu lagi teman yang jadwal
pulangnya malam hari, jadi bisa ikut serta trip esok. Oke, akhirnya kami
setuju. Marvin yang mengurus mobil dan supir. Tiket masuk dan parkir kami tanggung
sendiri. Baiklah. Malam itu kami packing karena besok pagi sekalian cek out
dari hotel.
![]() |
Tanah Lot |
Esoknya, bertiga aku, bu Lidia, bu Hartien dijemput mas
Erik, sopir yang direkomendasikan Marvin. Kami menuju Tanah Lot. Tiket masuk Rp
10.000,-.
Udara sejuk dan air yang surut mengantar kami menyeberang ke
pintu masuk pura. Sayang cuma diperkenankan sampai ke pintu gerbang pura, jadi
foto-foto saja di sana.
![]() |
Ular Suci |
Lalu menyempatkan diri ke gua ular. Lihat ular yang
dipegangi pawangnya, dan mulut guanya yang kecil. Supaya bisa melihatnya, pawang
menggunakan lampur senter. Pawang lalu menyilakan pengunjung untuk minta doa
dari ular itu. Aku sih iya-iyakan aja. Oh ya untuk masuk gua ular ini dipungut
seikhlasnya.
Dari gua ular, kami bergegas menuju bandara. Tapi yah udah
fitrah emak-emak kali, ada aja yang kurang. Bu Lidia masih belum dapat
oleh-oleh buat anak-anaknya. Lah, padahal udah beli oleh-oleh buat teman-teman
kerjanya. Hihihi… Yasud, kita antar ke Agung di kawasan Sunset Road, Kuta.
Tadinya sih, aku bertekad bertahan tidak beli apa pun. Tapi
akhirnya tergiur juga lihat beragam alat music dalam ukuran kecil. Kendang goyang,
kecek bintang, petir, drum, karimbal painting dan slipon besi pun akhirnya
masuk keranjang belanja. Eh satu lagi, bumerang kecil. Tadinya sempat mikir
juga, buat apa coba barang-barang itu? Tapi ternyata bermanfaat, lho! Dipakai
hubby di pertunjukan puisinya! Akhirnyaa… berguna juga, kan!
Kelar belanja kami makan dulu. Cari makanan yang aman,
akhirnya mampir di rumah makan padang. Bosan juga makanan hotel, jadi berasa
kangen masakan rumah. Huhuhu… Jadi kangen juga sama orang rumah. Baru nyadar
lagi, aku ke Bali tuh sendirian. Rasanya hampaaa…
![]() |
Patung Hanoman di bukit kapur |
![]() |
Pintu masuk Pantai Pandawa |
Setelah mengantar bu Lidia ke bandara Ngurah Rai, aku dan bu
Hartien ke Pantai Pandawa di Desa Kutuh. Siang-siang, bo! Tapi nggak apa-apa. Karena
begitu mendekati kawasan pantai, pemandangan bukit kapur di kanan-kiri
membuatku berasa di mana, gitu. Jalanan mulus, membelah bukit, dan di kelokan
terakhir langsung terbentang pantai dan laut biru. Subhanallah! Nikmat-Mu tak
dapat kudustakan, ya Allah!
Oh ya, sebelum masuk pantai, di dinding-dinding kapur itu
ada beberapa patung yang disimpan di
ceruk dinding. Ada patung Hanoman, Dewi Kunti, dan si kembar Nakula-Sadewa. Beberapa
mobil berhenti dan penumpangnya bersiap narsis dan selfie. Hihihi.
Aku dan bu Hartien bengong aja ketika beli tiket. Dua ribu doang,
meeen! Aku berharap semoga pantainya bersih, aman dan nyaman. Kayaknya susah
berharap dengan harga segitu. Mana pengunjungnya banyak sekali. Dilihat plat
mobil dan bus, kebanyakan dari Jawa Tengah. Eh, kampung akuh, dong!
Tapi ternyata dugaanku salah. Salah besar malah. Pantainya indah,
ombaknya nggak besar dan tersedia kursi malas berpayung! Amboooi… Ogut udah
pengin berbaring dan tidur sejenak! Akhirnya sewa dua kursi, satunya Rp
25.000,-. Dan sukses untuk nyantai! Oh pantai dua rebu!
![]() |
Pantai Pandawa, Desa Kutuh, Bali |
Wah, sudah saja kutanya-tanya pengalamannya jadi atlet,
makin seru obrolan kami! Nggak terasa lagi panas matahari dan silau pasir
pantai juga bising turis domestic berbahasa Jawa yang lalu-lalang. Kemudian terlihat rame-rame di arah kiriku.
Serombongan bapak-bapak entah dari mana tampak berfoto
dengan beberapa turis wanita bule berbikini yang lagi santai di kursi malas. Awalnya
sih cuma satu dua bapak-bapak berfoto, tapi trus nambah banyak, dan ada yang
sengaja merangkul mbak turis. Dan itu memberi ide bapak-bapak lain untuk rangkul-merangkul.
Bukan itu aja, mereka juga sorak-sorak bergembira. Aku kasihan sama mbak turis,
dia tak berdaya menolak.
Aku ngomel-ngomel, apa nggak inget istri, para bapak itu! Bu
Hartien ikut berkomentar. Kami jadi memantau situasi dari jauh. *halah*
Setelah rombongan bapak-bapak norak dan ganjen itu pergi,
keadaan tidak menjadi lengang. Giliran serombongan remaja pria yang tergabung
dalam sebuah tur menggantikan posisi bapak-bapak itu. Anak-anak cilik itu minta
foto, merangkul, dan banyak lagi yang berdiri di deretan yang bertugas
memotret. Tapi kerjaan anak-anak itu menatap lekat-lekat ke tubuh turis bule
itu. Duarrr! Aku jadi gelisah. Bu Hartien juga uring-uringan. Nggak ada petugas
yang melarang atau membubarkan keributan itu.
Dan parahnya, anggota rombongan lain pada gabung! Aku udah
kesal melihatnya. Kepada tiga anak yang berjalan mendekati kerrumunan, aku
bilang supaya menyuruh teman-temannya bubar. Kasihan turisnya. Anak itu memang
sempat mengingatkan teman-temannya, tapi apa daya, ia lalu juga tertarik untuk menonton!
Beberapa turis wanita yang berbikini pindah tempat, ada yang memilihi berenang agar
terhindar dari rombongan itu. Tapi nyebur ke laut pun masih ada juga
bapak-bapak yang dekat-dekat.
Aku lalu mendekati petugas yang menyewakan kursi malas,
minta tolong mereka untuk membubarkan rombongan remaja yang merubung
turis-turis bule dan memandang lekat-lekat seolah gambar porno. Tapi kata
petugas, itu tugas yang menyewakan kursi. Dan bukan bagiannya. Huh! Aku balik
ke kursi.
Ketika melihat petugas penyelamat pantai (jadi inget
Baywatch, deh!) aku bilang bubarkan kerumunan itu! Kasihan turisnya, kasihan
juga anak-anak remaja itu! Petugas itu memang sedang jalan menuju kerumunan. Dan
untunglah, kerumunan itu segera buyar. Fiuuh!
Ketika beberapa remaja anggota rombongan melintas, kutanya
mereka. Ternyata mereka berasal dari Boyolali (wedeeeh…dekat kampungku, dong!),
datang dengand 4 bus besar, membayar Rp 800.000,- per siswa untuk bisa
berwisata ke Bali selama tiga hari dua malam. Mereka dikoordinir salah satu EO
yang namanya disablon di tiap tas selempang yang dipakai setiap rombongan. Nanti
kalau pulang kampung dan dengar nama EO ini, aku bakal ceritakan kejadian di
Pantai Pandawa. Kalau dengar, kalau ada kemungkinan untuk itu.
Begitulah. Di tiap tempat, selalu adaaa aja ceritanya. Buatku,
tiap perjalanan adalah pelajaran. Dan pelajaran yang paling bagus adalah ketika
jalan rame-rame sekeluarga. Huhuhu… Kangen lagi sama orang serumaaaah! Miss ya,
guys!
Untunglah pesawat lancar, nggak delay. Pukul sembilan malam sudah
tiba di rumah, di Serang. Disambut dengan pelukan hubby dan anak-anak. Aku
menyelinap sebentar ke kamar, sujud syukur diberi selamat. Alhamdulillah, ya
Allah…
Enak banget udah liburan trus pulangnya selamat :)
BalasHapusyeey semua juga penginnya pulang dengan selamat :-D hahaha... selamat ya, 2x dapat nominasi LA^^
BalasHapus