Kamis, 05 Desember 2013

Satu Janji Tunai (2)

Tiduran di Travellator
Light travel sama anak-anak di bawah 10 tahun selalu diributkan urusan barang-barang kesayangan mereka. Wajarlah, meninggalkan sesuatu yang kita sayangi ke tempat jauh, selalu menimbulkan ketakutan kehilangan. Anak-anak membahasakan dengan segala benda miliknya.
Boleh bawa semua boneka? PS dibawa ya? Kartu-kartu mainan, takut bosen di sana. Hamster boleh ikut? Pertanyaan-pertanyaan itu mengelilingi kesibukanku packing. Kecemasan khas anak-anak, membuat kami harus mencari referensi yang bisa jadi pertimbangan. Kebetulan tak perlu jauh-jauh, anak sulung kami Bella, langsung menjelaskan ke Odie dan Kaka, pengalaman selama di Singapura. Untunglah adik-adiknya menurut, jadi segala barang tak perlu bisa ditinggal.

Babysitting

Sejak mula, aku dan suami sepakat perjalanan kali ini adalah babysitting. Jadi tak banyak ambisi kami yang dimasukkan dalam itinerary. Kecuali permintaanku lihat ruas jalan bernama Serangoon Road. Ini karena kami suka nonton film seri di tv kabel berjudul sama. Tentang Singapura masa lalu.
Pukul 1 dinihari kami berangkat ke bandara. Pesawat terbang pukul 05.40 WIB, jadi harus siap pukul 03.00 WIB. Kebayang kan, bangunin anak-anak jam segitu, nyuruh mandi dan berkemas. Mata belum lagi melek dua-duanya!
Untunglah suamiku amat pengertian. Tahu istrinya capek packing dan hanya tidur 1-2 jam, ia memasak air untuk mandi kami. Olala, makasih, suamiku :*
Dengan mata diberati kantuk kami menembus perjalanan menuju Cengkareng. Sepanjang perjalanan, aku yang biasanya betah melek, tak kuasa menahan gaya tarik antar kelopak mata. Sukses tertidur sampai tujuan.
Di sinilah seninya jalan sama anak-anak. Baru sampai bandara dan menyadari harus bawa ransel masing-masing, sudah muncul keberatan si bungsu, Kaka. Belum lagi rasa lapar dan anak-anak mulai rewel, sementara tenant-tenant banyak yang belum buka.
Kami lalu makan donat dan minum teh tawar yang terlalu panas. Protes anak-anak minta air dingin diatasi dengan mengajari penggunaan keran minum otomatis.

Menjelajah Changi

Begitu mendarat di Changi, Kaka tertawa senang. Sementara kakaknya, Odie sibuk memperhatikan sekeliling.
Mulai dari antre di imigrasi, kami biarkan mereka menempuh proses sendiri. Odie dengan percaya diri maju ke loket, setelah kami beritahu petugas akan lebih ramah pada anak-anak. Meski senyum petugas imigrasi hanya setipis kertas, cukup rasanya buat anak-anak merasa diterima di negeri asing.
Odie dengan senang memperhatikan cap imigrasi di halaman visa pertama paspornya. Sementara Kaka agak iri melihat banyak stempel di halaman paspor ayahnya.
Lalu dimulailah penjelajahan anak-anak itu. Travellator jadi jajahan pertama. Berbagai gaya naik travellator menjadi bahan perbandingan. Diam saja atau ikut berjalan, amatlah berbeda dari gaya berat yang kita rasakan. Berjalan mengikuti laju travellator terasa lebih ringan.
Odie mencoba dengan tiduran di travellator, seperti Superman. Emaknya yang panik saat mendekati ujung. Takut terjepit dan celaka! Na'udzubillah!












Tidak ada komentar:

Posting Komentar