Rabu, 02 April 2014

Olah Jiwa

Aku percaya segala sesuatu yang diciptakan Allah tak ada sia-sianya. Benda hidup, benda mati, semua punya arti. Keberadaan mereka, posisi tiap koordinat, pasti bermakna.

Kenapa ada di situ, kenapa ada di sana, itu sudah tersurat di Lauful Mahfuz. Takdir kita tersimpan di sana. Lantas, apakah kita hanya sekadar mengikuti ke mana dibawa?

Buatku tidak. Manusia diberi otak, hati dan raga. Itu harus digunakan sebaik-baiknya dalam hidup. Termasuk tenaga.

Tubuh kita, jiwa kita dan sekeliling memiliki tenaga yang bisa kita olah. Mau menjadi seperti apa pun hasilnya tergantung kita memerlakukan tenaga.

Seperti saat sedang di jalan, lalu mendapat kabar anak sakit, aku tidak ingin larut dalam perasaan sedih terlalu dalam. Langsung doa kuperbanyak, mengirim harapan dan pikiran positif ke rumah, menghibur dan memberi semangat positif pada anak-anak.

Berat sekali. Jarak jauh tak mungkin ditempuh raga secepat kilat. Tapi tenaga bisa. Aku sering memraktekkan telepati ke anggota keluarga. Tentu saja selalu minta bantuan-Nya. Alhamdulillah, biasanya pesan yang dibawa tenaga itu berhasil sampai.

Efektifkah? Manjurkah? Aku bilang iya. Mungkin tidak langsung sembuh, tapi pasti ada pengaruh baik yang timbul.

Satu lagi, orang-orang terdekat yang menjaga anak-anak, aku harus menyesuaikan "gelombang" yang sama, agar tenagaku tak tertolak.

Dan seharusnya, tanpa pretensi, kita harus memiliki hubungan baik pada siapa pun, kan? Dengan begitu, tenggang rasa dan waspada dapat berjalan selaras. Yang terjadi selanjutnya adalah kebaikan menyebar ke sekeliling. Begitu seterusnya.

Agak "mbuled" memang. Tapi aku menuliskan ini tidak dalam kondisi galau meski bungsu kami sedang sakit. Yang kubutuhkan saat ini adalah ketenangan berpikir dan bertindak, lalu mengirimkan tenaga positif beserta doa buat yang di rumah.

(Ditulis di Siak Sri Indrapura-Riau, ratusan kilometer dari rumahku di Serang-Banten)

@tiastatanka

2 komentar: